Asbab Nuzul Yasin
Sebelum membahas mengenai tafsir Yasin ayat
13-27, ada baiknya jika kita menelaah sepintas mengenai sebab turunnya Yasin,
hal ini berfungsi sebagai tambahan wawasan bagi semua.
Imam al-Suyuti dalam Kitabnya yang berjudul Lubab
al-Nuqul Fi Asbab al-Nuzul menyebutkan sebuah riwayat yang beliau ambil
dari Imam Abu Nu`aim al-Asbahani, bahwa Ibnu Abbas berkata,"Suatu ketika
Rasulullah SAW membaca surat al-Sajadah dengan suara yang keras, hingga
orang-orang yang berasal dari suku Quraisy merasa kesal dan berdiri menuju
Rasulullah SAW untuk menghentikannya. Dengan tiba-tiba, tangan-tangan mereka
sendiri bergerak dan mencekik leher mereka, hingga mereka tidak bisa berbicara
dan tidak bisa lagi melihat. Maka mereka segera datang kepada Nabi SAW dalam
keadaan seperti itu dan berkata,"Allah sangat keras melindungi dan menyayangimu
ya Muhammad." Maka Nabi SAW berdoa kepada Allah SWT, dan mereka kembali
seperti keadaan semula. Maka kemudian Allah SWT menurunkan Yasin ayat 1-10,
meskipun mereka tidak juga beriman seorang pun dengan kejadian tersebut.
Selanjutnya, mari bersama menelaah uraian
tafsir Yasin ayat 13-27 berikut:
وَاضْرِبْ لَهُمْ مَثَلًا
أَصْحَابَ الْقَرْيَةِ إِذْ جَاءَهَا الْمُرْسَلُونَ (13) إِذْ أَرْسَلْنَا إِلَيْهِمُ
اثْنَيْنِ فَكَذَّبُوهُمَا فَعَزَّزْنَا بِثَالِثٍ فَقَالُوا إِنَّا إِلَيْكُمْ مُرْسَلُونَ
(14)
"Dan sampaikanlah kepada mereka sebuah
perumpamaan (kisah ibrah) mengenai penduduk suatu daerah, ketika datang kepada
mereka orang-orang yang diutus."
Ibnu Jarir dalam Tafsir al-Thabari menyebutkan sebuah riwayat yang
bersumber dari Qatadah, bahwa yang dimaksud dalam cerita ini adalah Nabi Isa
a.s, ketika beliau mengutus dua orang muridnya dari kaum hawariyin ke Antokiah,
yaitu sebuah kota di Romawi/Rum. Penduduk daerah tersebut tidak memprcayai
kedua utusan tersebut, hingga Nabi Isa a.s pun mengirim utusan yang ketiga
untuk menguatkan keduanya.
Isyarat Haraki dalam ayat ini:
ü Dalam menyampaikan materi-materi dakwah,
lebih efektif dengan menggunakan amtsal/perumpamaan, sehingga lebih mudah
difahami oleh objek dakwah, metode inilah yang banyak digunakan dalam Al-Qur'an.
ü Pentingnya Ma'rifah al-Maidan
(keluasan pengamatan dan pengetahuan lapangan) bagi seorang qiyadah dakwah yang
mencakup berbagai daerah, tidak hanya daerah yang terdekat dan mudah
terjangkau, tetapi juga daerah-daerah jauh dari jangkauan, jika dimungkinkan
adanya peluang bagi perkembangan dakwah, ditinjau dari segi kestrategisan daerahnya.
ü Pengamatan perkembangan dakwah di setiap
daerah oleh qiyadah; Dengan mengetahui kondisi detail perkembangan dakwah di
sebuah daerah, memungkinkan seorang qiyadah dakwah untuk mengambil keputusan
yang cepat dan tepat. Inilah yang dilakukan oleh Nabi Isa a.s dengan mengirim
utusan dakwahnya yang ketiga.
ü Kesatuan
hati dan kesolidan gerak para aktivis yang diamanakan bertugas dalam satu
wilayah dakwah; Isyarat inilah yang dimaksud dalam pernyataan ketiga utusan di
atas dengan menyatakan secara bersama-sama bahwa mereka adalah utusan dakwah.
قَالُوا مَا أَنْتُمْ إِلَّا
بَشَرٌ مِثْلُنَا وَمَا أَنْزَلَ الرَّحْمَنُ مِنْ شَيْءٍ إِنْ أَنْتُمْ إِلَّا تَكْذِبُونَ
(15)
قَالُوا
رَبُّنَا يَعْلَمُ إِنَّا إِلَيْكُمْ لَمُرْسَلُونَ (16) وَمَا عَلَيْنَا إِلَّا
الْبَلَاغُ الْمُبِينُ (17)
"Mereka (penduduk daerah tersebut)
berkata,"Tidaklah kalian (terlihat di mata kami) melainkan hanya sebagai
manusia biasa, dan (sepengetahuan kami) Allah SWT tidak menurunkan sesuatupun,
tidaklah kalian (menurut pandangan kami) kecuali hanyalah orang-orang yang
berdusta. Mereka (para utusan tersebut) mengatakan sesungguhnya Tuhan kami
mengetahui bahwa kami benar-benar adalah utusan dakwah yang diutus kepada kamu
sekalian. Dan tidaklah ada kewajiban atas kami kecuali hanya menyampaikan
(mengerjakan)"
Ibnu Jarir melanjutkan penjelasan beliau mengenai respon penduduk
daerah tersebut setelah datangnya utusan ketiga, dan juga setelah mereka
bertiga mengatakan bahwa mereka adalah utusan dakwah yang sengaja didatangkan
ke daerah tersebut, penduduk daerah tersebut hanya berkata,"Tidaklah
kalian wahai orang-orang yang mengaku sebagai utusan dakwah, melainkan hanya
sebagai manusia biasa seperti kami. Jika seandainya kalian adalah utusan yang
diamanahkan untuk berdakwah kepada kami, maka seharusnya yang datang bukanlah
manusia seperti kalian, akan tetapi seorang malaikat."
Isyarat Haraki dalam ayat ini:
ü Penentangan terhadap dai adalah sunnatullah
dalam dakwah.
ü Salah satu alasan yang menjadikan objek
dakwah menolak dakwah adalah status social dainya. Oleh karena itu, perlu
adanya keseimbangan status social antara dai yang ditugaskan dengan objek
dakwah yang akan didakwahinya. Seorang pengusaha yang besar dan sukses
sebaiknya didakwahi oleh pengusaha yang sama besar dan suksesnya, seorang yang
berkedudukan didakwahi oleh orang yang berkedudukan pula. Meskipun peluang
untuk ditolaknya dakwah tetaplah ada, sebagaimana kisah di atas. Namun, bukan
berarti ketidaksamaan dalam status social kemudian menjadi alasan untuk berdiam
diri dari mendakwahi orang-orang yang status sosialnya lebih tinggi. Hal ini
dilakukan jika seandainya sudah diusahakan terlebih dahulu, dan yang dihasilkan
hanyalah penolakan demi penolakan, sebagaimana kisah di atas.
ü Keashlian
dakwah (meminjam bahasa Ust.Rahmat Abdullah-Semoga Allah merahmati beliau-) haruslah
menjadi sebuah hal yang tertanam kokoh di hati seorang dai, yang dengannya
lahir sebuah kesadaran dan komitmen untuk berkontribusi dalam barisan dakwah
ini, tanpa menunggu dan membutuhkan legalisasi-legalisasi keduniaan yang lain,
selain dari legalisasi yang telah disampaikan oleh Allah dan Rasul-Nya. Inilah
yang mendorong seorang dai untuk berkata,"Sesungguhnya cukuplah Tuhan kami
yang mengetahui, bahwa kami benar-benar orang-orang yang diamanahi untuk
menyampaikan dakwah ini kepada kalian."
ü Huruf ta'qid (Huruf Penguat/untuk penekanan
makna) dalam kata"Lamursalun" yang berarti "Benar-benar
orang yang diutus", menyiratkan makna tentang keyakinan yang kokoh dan
mengakar dalam hati seorang dai mengenai hakikat dakwahnya. Ia memahami hakikat
dakwahnya bukan sebagai tuntutan wajihah atau pun permintaan hizbnya, tetapi ia
menyadari sesadar-sadarnya bahwa yang meminta dan menuntutnya adalah Allah dan
Rasul-Nya.
ü Sering ditemukan dalam dakwah ini orang-orang
yang tidak juga terbuka hatinya untuk menerima kebenaran dakwah, meskipun sudah
dilakukan berbagai cara untuk mengajak dan memahamkannya. Tidak perlu terlalu
jauh, kadang-kadang yang menjadi seperti ini justru adalah salah satu anggota
keluarga seorang dai itu sendiri. Dalam kondisi seperti ini, seorang dai
haruslah ingat kembali bahwa misi utama yang di embankan kepadanya hanyalah
ikhtiar dan terus berikhtiar, adapun urusan hidayah, maka itu adalah hak Allah
SWT yang menentukannya.
قَالُوا إِنَّا تَطَيَّرْنَا بِكُمْ لَئِنْ لَمْ تَنْتَهُوا لَنَرْجُمَنَّكُمْ
وَلَيَمَسَّنَّكُمْ مِنَّا عَذَابٌ أَلِيمٌ (18) قَالُوا طَائِرُكُمْ مَعَكُمْ
أَئِنْ ذُكِّرْتُمْ بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ مُسْرِفُونَ (19)
"Mereka (penduduk
daerah tersebut) berkata, sesungguhnya kami telah ditimpa kesialan dengan (datangnya)
kalian, jika kalian tidak berhenti (dari mendakwahi kami), maka kami akan
merajam kalian, dan akan menimpakan kepada kalian makar (siksa) yang pedih (keji).
Mereka (para utusan tersebut) berkata, sesungguhnya kesialan (malapetaka) yang
menimpa kalian adalah karena ulah tangan kalian sendiri, apakah kalian sudah
memahami bahwa kesialan kalian adalah karena ulah kalian sendiri? Akan tetapi
kalian bahkan sudah termasuk kaum yang sangat berlebihan (dalam maksiat kepada
Allah)."
Tsaqofah:
Dalam qiraat yang lain, kata yang digaris
bawahi di atas (أَئِنْ ذُكِّرْتُمْ) dibaca dengan (أَيْنَ ذُكِرْتُمْ), meskipun dengan tidak
menimbulkan perubahan makna yang signifikan. Hal ini bertujuan untuk
mempermudah pengucapan huruf Kaf. Karena bagi sebagian suku Arab, penyebutan
huruf tasydid sesudah dhammah merupakan suatu hal yang sulit karena
sangat jarang digunakan dalam bahasa keseharian mereka.
Isyarat Haraki dalam ayat ini:
ü Pentingnya menumbuhkan dan menjaga sikap al-Syaja`ah
(keberanian) dalam diri seorang dai. Dengan adanya syaja'ah dalam
dirinya, seorang dai tidak akan mudah mundur, apalagi lari dari medan dakwah
dan jihad, hanya karena berhadapan dengan ancaman fisik dan psikis yang
disampaikan oleh pihak-pihak yang tidak senang terhadap dakwahnya.
ü Pentingnya melatih rasionalitas dan
memadukannya dengan kemampuan retorika yang memadai bagi seorang dai, agar
setiap argument dan hujjah yang disampaikannya mampu ditangkap dengan jelas
oleh objek dakwahnya.
ü Perpaduan antara asy-Syaja'ah (keberanian)
dengan kemampuan rasionalisasi yang disudah didukung oleh kemampuan retorika
yang memadai, membuat para utusan dakwah dalam ilustrasi ayat di atas, mampu
menyangga dan mematahkan setiap tuduhan yang disampaikan terhadap dakwah yang
mereka bawa.
وَجَاءَ مِنْ أَقْصَى الْمَدِينَةِ
رَجُلٌ يَسْعَى قَالَ يَا قَوْمِ اتَّبِعُوا الْمُرْسَلِينَ (20) اتَّبِعُوا مَنْ لَا يَسْأَلُكُمْ
أَجْرًا وَهُمْ مُهْتَدُونَ (21)
"Dan datanglah dari sudut kota, seorang
laki-laki yang bergegas (terburu-buru), ia berkata,"Wahai kaumku! Ikutilah
oleh kalian orang-orang yang diutus ini. Ikutilah oleh kalian orang-orang yang
tidak meminta balasan apapun dari kalian ini, karena mereka adalah orang-orang
yang sudah mendapat petunjuk."
Imam Ibnu Jarir menyebutkan bahwa laki-laki tersebut bernama Habib
bin Murri. Sebuah riwayat yang disampaikan oleh Imam Wahb bin Munabbih
al-Yamani menyebutkan dari Ibnu Abas, bahwa ia adalah seorang penduduk Antokiah
yang berprofesi sebagai al-jarir (ana belum menemukan terjemah
sebenarnya kata ini, hanya saja dalam kamus al-Munawwir dituliskan maknanya
adalah kendali dan tali kekang). Ana menduga mungkin maksudnya adalah seorang
yang bekerja sebagai gembala hewan ternak, atau sejenisnya.
Beliau adalah seorang yang berbadan kurus yang bertempat tinggal
di salah satu sudut kota, ia berjalan dengan cepat menuju kumpulan kaum
tersebut. Beliau adalah seorang yang sangat suka bersedekah. Jika sore hari
telah tiba, maka beliau segera mengumpulkan dan menghitung penghasilannya pada
hari tersebut dan membaginya menjadi dua bagian, sebagiannya unutk keperluan
beliau, dan sebagiannya lagi untuk disedekahkan….subhanallah sekali..
Satu hal yang menarik dari beliau yaitu dengan kondisi tubuhnya
yang kurus, kesibukan dan kelelahan beliau mencari nafkah di siang hari, dan
juga kondisi tubuhnya yang sudah sangat lemah, tidak membuat beliau lalai dan
lemah dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah.
Isyarat Haraki dalam ayat ini:
ü Seorang kader dakwah sejati haruslah memiliki
perhatian dan kontribusi nyata untuk mendukung agenda dan kerja dakwah yang
dilaksanakan di sekitar daerah tempat tinggalnya.
ü Kondisi tubuh, kelelahan dan keletihan yang
dialami di siang hari untuk mencari nafkah, bukanlah alasan untuk menurunkan standar
amal yaumi yang sudah ditetapkan dan menjadi kebiasaan seorang dai.
ü Pentingnya Tarbiyah iqtisadiyah (manajemen
keuangan rumah tangga) untuk menopang keberjalanan program-program dakwah.
Sebagaimana Ust.Rahmat Abdullah –semoga Allah merahmati beliau- katakan bahwa "Brankas
kita dalam dakwah ini adalah kantong kita sendiri."
وَمَا لِيَ لَا أَعْبُدُ الَّذِي
فَطَرَنِي وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ (22) أَأَتَّخِذُ مِنْ دُونِهِ
آلِهَةً إِنْ يُرِدْنِ الرَّحْمَنُ بِضُرٍّ لَا تُغْنِ عَنِّي شَفَاعَتُهُمْ شَيْئًا
وَلَا يُنْقِذُونِ (23) إِنِّي إِذًا لَفِي ضَلَالٍ مُبِينٍ (24) إِنِّي آمَنْتُ بِرَبِّكُمْ
فَاسْمَعُونِ (25)
"Dan ada apakah denganku, jika aku tidak
menyembah Dzat yang telah menciptakanku, sedang kepadanya kita semua
dikembalikan. Apakah aku akan mengambil tuhan-tuhan selain-Nya, sedangkan jika al-Rahman
menimpakan malapetaka kepadaku, maka mereka (tuhan-tuhan tersebut) tidak akan
dapat memberikan syafa'at (pertolongan) kepadaku dan tidak pula dapat
menyelamatkanku. Sesungguhnya jika aku melakukan yang demikian, maka aku telah
berada dalam kesesatan yang nyata. Sesungguhnya aku beriman kepada Tuhan
kalian, maka dengarkanlah aku."
Tsaqofah:
Para ahli tafsir berbeda pendapat mengenai orang yang mengeluarkan
perkataan pada ayat terakhir di atas, yaitu,"Sesungguhnya aku beriman
kepada Tuhan kalian, maka dengarkanlah aku."
Sebagian ulama berpendapat bahwa perkataan ini adalah perkataan
yang diucapkan oleh Habib bin al-Murri. Sebagian yang lain berpendapat bahwa
perkataan ini adalah perkataan yang disampaikan oleh para utusan sebelumnya.
Setelah menyampaikan perkataan tersebut, maka Habib al-Murri pun
dibunuh oleh kaumnya sendiri, hingga ia syahid.
Tsaqofah:
Para ahli tafsir berselisih mengenai cara kaumnya membunuhnya,
sebagian mengatakan bahwa ia dirajam (dilempari) batu oleh kaumnya hingga ia
meninggal. Namun satu hal yang sangat mengharukan, selama menahan rasa sakit
akibat dilempari kaumnya tersebut, ia hanya terus menerus mengucapkan doa,"Wahai
Tuhanku, berilah petunjuk kepada kaumku, wahai Tuhanku, berilah petunjuk kepada
kaumku, wahai Tuhanku, berilah petunjuk kepada kaumku!” beliau tetap
mengucapkan doa tersebut hingga meninggal.
Ulama tafsir yang lain berpendapat bahwa kaumnya menjatuhkannya ke
tanah secara bersama-sama, lalu kemudian menginjak-injak tubuh kurus beliau
hingga meninggal.
Isyarat Haraki dalam ayat ini:
ü Pentingnya kekokohan pemahaman ketauhidan dan
implementasinya bagi seorang dai.
ü Pentingnya mensyiarkan ketauhidan, hal ini
tercermin dalam pernyataan Habib bin al-Murri di atas,"Sesungguhnya aku
beriman kepada Tuhan kalian, maka dengarkanlah aku."
ü Pentingnya penguasaan rasionalisasi
ketauhidan dan konsekuensinya dalam kehidupan seorang dai.
ü Ketika sebuah agenda dan program dakwah
mengalami kegagalan ataupun ketidaksuksesan pada sebuah wilayah, maka yang
paling merasa bersalah adalah kader-kader dakwah yang ada pada daerah tersebut.
Inilah isyarat yang disampaikan dalam ilustrasi cerita di atas, yaitu
beralihnya persoalan dari tiga orang kader dakwah utusan kepada Habib bin
al-Murri, sebagai kader dakwah yang ada pada daerah tersebut.
قِيلَ ادْخُلِ الْجَنَّةَ قَالَ
يَا لَيْتَ قَوْمِي يَعْلَمُونَ (26) بِمَا غَفَرَ لِي رَبِّي وَجَعَلَنِي مِنَ الْمُكْرَمِينَ
(27)
"Dikatakan
kepadanya (ketika telah meninggal), masuklah engkau ke dalam surga. Ia berkata,"Wahai
sekiranya kaumku bisa mengetahui hal ini. Yaitu penyebab Tuhanku mengampuniku,
dan menjadikanku di antara orang-orang yang dimuliakan."
Inilah akhir dari cerita ini, yang inti
akhirnya adalah akhir yang baik (husnul khatimah) bagi orang-orang yang
meninggal dan syahid di jalan dakwah ini. Pada akhir cerita ini, seolah-olah
Allah ingin menyingkap rahasia alam kubur kepada setiap aktivis dakwah, bahwa seperti
inilah kenikmatan yang diberikan kepada setiap mujahid di kubur mereka. Semoga
Allah SWT menjadikan kita satu di antara mujahid yang meninggal karena syahid
di jalan-Nya….amien.
Wallahu A`lam
Semoga bermanfaat……….
Bandung, 22 April 2013/12 Jumadil Akhir 1434 H, Pkl.23.17 WIB
Khadim
Al-Qur'an wa As-Sunnah
Aswin Ahdir
Bolano
Referensi :
Tafsir
al-Thabari
Lubab
al-Nuqul Fi Asbab al-Nuzul Imam al-Suyuti
0 komentar:
Posting Komentar