Uwais al-Qarni merupakan seorang tabiin dan tidak sempat melihat Rasulullah saw semasa hidupnya. Hidup Uwais dan ibunya sungguh amat sangat sederhana. Pakaian yang dimiliki Uwais cuma yang melekat di tubuhnya. Setiap hari dia lalui dengan berlapar-lapar. Dia hanya makan buah kurma dan minum air putih. Tidak pernah dia memakan makanan yang dimasak atau diolah. Jika mendapatkan rezeki lebih, lelaki yang matanya mudah meneteskan airmata ini tak segan-segan membagikannya kepada beberapa tetangganya yang serba kekurangan. Dia tidak menampakkan kesusahan maupun kesenangannya kepada orang lain.
Uwais
al-Qarni lahir di tengah keluarga miskin di sebuah desa terpencil di
dekat Nejed, Yaman. Tidak ada yang mendokumentasikan hari kelahirannya.
Ayah dan Ibunya yang taat beribadah, tidak mampu menyekolahkannya.
Alhasil, dia mendapat pelajaran seadanya dari orang tua yang sangat
dicintai dan ditaatinya. Ayahnya meninggal dunia ketika Uwais kecil.
Sementara Ibunya sudah tua renta dan lumpuh. Penglihatannya pun kabur.
Uwais tak punya sanak keluarga.
Dalam kehidupan keseharian, Uwais lebih banyak menyendiri dan diam. Dia pemuda yang tinggi badannya sedang, berambut lebat dan merah, matanya biru, pundaknya lapang panjang, serta kulitnya kemerah-merahan. Tidak sedikit kawan-kawan yang sering mengejek, menghina, menertawakan, dan mencapnya anak bodoh. Uwais tidak membalas perlakuan buruk tersebut. Dia lebih senang membantu meringankan beban orang tuanya dengan cara bekerja sebagai penggembala dan pemelihara ternak upahan. Pergaulannya hanya dengan sesama penggembala di sekitarnya.
Dalam kehidupan keseharian, Uwais lebih banyak menyendiri dan diam. Dia pemuda yang tinggi badannya sedang, berambut lebat dan merah, matanya biru, pundaknya lapang panjang, serta kulitnya kemerah-merahan. Tidak sedikit kawan-kawan yang sering mengejek, menghina, menertawakan, dan mencapnya anak bodoh. Uwais tidak membalas perlakuan buruk tersebut. Dia lebih senang membantu meringankan beban orang tuanya dengan cara bekerja sebagai penggembala dan pemelihara ternak upahan. Pergaulannya hanya dengan sesama penggembala di sekitarnya.
Perjuangan Uwais al-Qarni
Sejak
kecil Uwais sudah memeluk agama Islam. Siang hari dia bekerja keras
sambil terus berpuasa, malamnya shalat dan bermunajat kepada Allah SWT
untuk mendoakan orang lain. Hati dan lisannya tidak pernah lengah dari
berdzikir dan membaca Al-Quran selama beraktivitas. Dia juga selalu
merawat dan memperhatikan keadaan Ibunya. Namun, terkadang dia merasakan
kesedihan ketika tetangganya bisa pergi ke Madinah untuk mendengarkan
ajaran Nabi Muhammad SAW secara langsung. Sementara Uwais belum mampu
karena berbagai kendala. Dia sekadar mendengarkan cerita-cerita tentang
Rasulullah. Ternyata hal itu kian menumbuhkan kecintaan dan kerinduannya
untuk bertemu Rasulullah.
Dikisahkan,
ketika terjadi Perang Uhud, Rasulullah mendapat cedera dan giginya
patah akibat dilempari batu oleh musuhnya. Kabar ini akhirnya terdengar
oleh Uwais. Serta merta dia segera memukul giginya sendiri dengan batu
hingga patah. Apa yang dilakukannya sebagai salah satu bukti
kecintaannya kepada Rasulullah, sekalipun dia belum pernah melihatnya.
Dia merenung dan bertanya dalam hati, bisakah satu saat dirinya
memandang wajah Rasulullah dari jarak dekat.
Sebetulnya Uwais sanggup pergi ke Madinah dengan berjalan kaki. Namun, dia tidak tega meninggalkan Ibunya sendirian di rumah. Sementara hati Uwais selalu gelisah siang dan malam menahan kerinduan untuk berjumpa Rasulullah. Dalam satu kesempatan Uwais mendekati Ibunya, mengeluarkan isi hati dan memohon izin agar diperkenankan pergi ke Madinah. Ibunya merasa terharu, lalu mengabulkan permintaannya. Ibunya mengingatkan, bila sudah berjumpa Rasulullah, Uwais segera pulang. Uwais menyanggupi. Dengan rasa gembira, dia berkemas untuk berangkat. Tak lupa dia menyiapkan keperluan Ibunya yang akan ditinggalkan dan berpesan kepada tetangganya agar dapat menemaninya selama dirinya pergi.
Sebetulnya Uwais sanggup pergi ke Madinah dengan berjalan kaki. Namun, dia tidak tega meninggalkan Ibunya sendirian di rumah. Sementara hati Uwais selalu gelisah siang dan malam menahan kerinduan untuk berjumpa Rasulullah. Dalam satu kesempatan Uwais mendekati Ibunya, mengeluarkan isi hati dan memohon izin agar diperkenankan pergi ke Madinah. Ibunya merasa terharu, lalu mengabulkan permintaannya. Ibunya mengingatkan, bila sudah berjumpa Rasulullah, Uwais segera pulang. Uwais menyanggupi. Dengan rasa gembira, dia berkemas untuk berangkat. Tak lupa dia menyiapkan keperluan Ibunya yang akan ditinggalkan dan berpesan kepada tetangganya agar dapat menemaninya selama dirinya pergi.
Uwais Tidak Bertemu Rasulullah SAW
Uwais
mencium tangan Ibunya sebelum pergi. Dia bersemangat akan menempuh
jarak kurang lebih empat ratus kilometer sebelum sampai di Madinah.
Gurun pasir, bukit curam, cuaca panas dan dingin dilaluinya tanpa rasa
takut, demi berjumpa dengan pujaan hatinya. Tibalah dia di Kota Madinah.
Setelah bertanya kepada beberapa orang, dia menuju rumah Rasulullah.
Pintu rumah itu diketuknya sambil mengucapkan salam. Siti Aisyah, istri
Rasulullah, menjawab salam dan membukakan pintu. Uwais menyampaikan
tujuan kehadirannya. Aisyah menjawab, Rasulullah tidak berada di rumah,
melainkan sedang di medan perang.
Betapa
kecewanya Uwais. Wajahnya menunduk sedih. Dia disergap kebingungan,
apakah harus menunggu kepulangan Rasulullah atau segera kembali ke
rumahnya. Dia teringat Ibunya yang sakit-sakitan dan tak bisa ditinggal
lama. Rupanya ketaatan Uwais kepada Ibunya telah mengalahkan hasrat
kuatnya untuk berjumpa Rasulullah. Akhirnya dia mohon pamit dan hanya
menitipkan salam. Aisyah berjanji akan menyampaikannya. Langkah kaki
Uwais gontai. Perasaannya terharu, campur aduk tak karuan.
Beberapa
hari kemudian, Rasulullah pulang dari medan peperangan. Rasulullah
langsung menanyakan kepada Aisyah tentang kedatangan seseorang dari
Yaman yang mencarinya. Aisyah lalu menjelaskannya. Menurut Rasulullah,
Uwais Al Qarni adalah anak yang taat kepada ibunya. Dia tidak dikenal
penduduk bumi, tetapi sangat terkenal di langit. Jika ada yang berjumpa
dengan Uwais, tambah Rasulullah, mintalah doa serta istighfar darinya.
Uwais mempunyai tanda putih di tengah-tengah telapak tangan dan baru
kirinya.
Keistimewaan Uwais al-Qarni
Setelah
Rasulullah wafat, Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Thalib teringat
ucapan Rasulullah. Keduanya kemudian mencari Uwais. Setiap ada rombongan
yang datang dari Yaman, keduanya selalu menanyakan Uwais. Akhirnya
keduanya bisa bertemu Uwais, setelah Ibunya wafat. Umar membalikkan
tangan Uwais untuk membuktikan kebenaran tanda putih ditelapaknya. Umar
dan Ali langsung memohon agar Uwais berkenan mendoakan dan memberinya
istighfar. Mulanya Uwais menolak. Namun desakan keduanya membuat Uwais
meluluskan keinginannya. Umar lalu berjanji akan mengambil uang dari kas
negara untuk membiayai kebutuhan hidup Uwais.
Wafatnya Uwais al-Qarni
Selang
beberapa waktu, tersiar khabar kalau Uwais telah wafat akibat terserang
penyakit, tahun 39 Hijrah. Anehnya, pada saat dia akan dimandikan,
tiba-tiba sudah banyak orang tak dikenal yang berebutan untuk
memandikannya. Begitu pula ketika jenazahnya akan dikafani, disolati dan
dikuburkan. Bahkan, tidak lama kemudian, sudah tidak terlihat ada bekas
kuburannya. Kepergian Uwais al-Qarni menggemparkan masyarakat Yaman,
lantaran banyak terjadi hal-hal yang amat mengherankan.
0 komentar:
Posting Komentar